Kala
takbir bergema, mata masih basah mengingat Ramadhan. Suasana syahdu tercipta.
Pada hari itu juga, sanak-saudara, kawan tercinta berkumpul dan berjumpa. Mengumbar senyum ceria dan banyak cerita.
Pada hari itu juga, sanak-saudara, kawan tercinta berkumpul dan berjumpa. Mengumbar senyum ceria dan banyak cerita.
Subhanallah.
Tidak terasa semua sudah pada beraktivitas kembali ya. Adik-adik ada yang masuk sekolah, para pekerja kembali ke rutinitasnya. Meski begitu suasana lebarannya masih terasa bukan? Terutama untuk saya lho. Kue lebaran masih ada, ucapan selamat idul fitri masih terucap, bila berjumpa dengan kawan dan keluarga kami masih menempelkan pipi kanan-kiri dan salam takzim pertanda keindahan Syawal masih melekat.
Tidak terasa semua sudah pada beraktivitas kembali ya. Adik-adik ada yang masuk sekolah, para pekerja kembali ke rutinitasnya. Meski begitu suasana lebarannya masih terasa bukan? Terutama untuk saya lho. Kue lebaran masih ada, ucapan selamat idul fitri masih terucap, bila berjumpa dengan kawan dan keluarga kami masih menempelkan pipi kanan-kiri dan salam takzim pertanda keindahan Syawal masih melekat.
Tidak
cuma kue dan ucapan, cerita-cerita lebaran masih terasa sampai sekarang. Sebagai
blogpost perdana setelah libur seru-asyik-ceria saya, tulisan ini akan
menceritakan kisah yang selalu ada pada tiap-tiap lebaran.
Cerita
yang tidak pernah saya ceritakan bahkan pada teman dekat sekalipun.
“Dulu itu, ada
sekelompok muslim di India melarikan diri ke Indonesia karena kejahatan
penguasanya.”
“India bagian mana?”
“Eh, bagian mana ya.”(Berpikir)
“Terus nyampenya ke
Banjar (Kalimantan Selatan)?”
“Iya, tapi lewat mana
gitu.”
“Emang lewat mana?”
“Ya itu, lewat mana
ya?”
“Melarikan diri atau
mau berdagang?”
“Eh, mungkin sambil
jualan juga kali ya.”
Hehehe.
Obrolan
yang pernah saya dengar dari ibu saya ini, rasanya absurd banget. Tidak pernah
berujung pada kejelasan. Jadi begini, Kakek dari ibu saya adalah orang India (kami menyebutnya Datuk). Tapi, tidak ada keterangan pasti India
bagian mana. Secara fisik terutama wajah, sudah cukup sebagai bukti. Beliau merantau dan akhirnya menikah dengan penduduk lokal. Lahirlah Nenek saya, hasil dari percampuran dua etnis. Begitu pun dengan suaminya, kakek saya -yang orangtuanya percampuran juga. Nenek
dan orangtuanya jelas tahu silsilah mereka dengan pasti, tapi generasi
selanjutnya, mulai samar. Mungkin cerita ini tidak pernah diwariskan, karena mereka
merasa sudah menjadi bagian dari pribumi. Jadilah, kisah ini bagai tebak-tebakan di antara anak-anaknya,
merebak dan melebar kala menikmati martabak.
Yuk,
balik dulu ke makanan ini.
Sedari
kecil saya cuma tahu, makanan diatas namanya martabak India. Tahun 80-90an,
bila ada yang berjualan, bisa dipastikan orang itu masih ada hubungan kerabat
dengan kami, eh dengan ibu saya. Meskipun bila ditelusuri jauhhh sekali hubungannya,
bisa jadi dia sepupu ibu. Sepupu dua kali. Atau tiga kali.
Tahun
2000-an saya mulai dengar istilah lain, Roti Maryam. Ada lagi Roti Canai, yang
katanya berasal dari kata Chennai- Madras, India. Tapi disini saya sebut saja Roti
Maryam saja ya. Meskipun katanya ada bedanya makanan itu berdasarkan namanya,
saya cuma akan ceritakan versi keluarga saya, yang yahh… aslinya seru banget
kalau mendengar langsung. Dan momen ini paling sering terjadi saat lebaran.
Gimana
roti maryam versi keluarga saya ?
Bahan-bahannya haruslah sederhana:
tepung, telur, mentega, garam.
Jangan coba-coba memberi saran: tambahkan penyedap ini dan itu, beri pula susu biar empuk. Yang begini nggak bakalan laku di keluarga saya. Buat mereka prinsip mempertahankan rasa dari generasi sebelumnya adalah nomor 1.
Jangan coba-coba memberi saran: tambahkan penyedap ini dan itu, beri pula susu biar empuk. Yang begini nggak bakalan laku di keluarga saya. Buat mereka prinsip mempertahankan rasa dari generasi sebelumnya adalah nomor 1.
Pembuatannya menurut saya cukup
sadis: Awalnya adonan dibanting-banting, lalu dibagi
dalam bulat-bulat kecil, kemudian ditonjok, dilebarkan, dikibar-kibarkan,
dipukul-pukul, dihempas-hempas, baru kemudian dililit. Duh, susah banget ya
bikinnya.
Eh, sekarang sudah ada alatnya untuk memudahkan proses pembuatan lho? Sama seperti diatas, alat apa saja, tidak akan laku di keluarga saya. Mereka akan bilang rasanya nggak akan sama. Mengolah dengan tangan berarti menjunjung tinggi harkat dan martabak eh martabat keluarga.
Eh, sekarang sudah ada alatnya untuk memudahkan proses pembuatan lho? Sama seperti diatas, alat apa saja, tidak akan laku di keluarga saya. Mereka akan bilang rasanya nggak akan sama. Mengolah dengan tangan berarti menjunjung tinggi harkat dan martabak eh martabat keluarga.
Bentuk Roti Maryam:
haruslah melingkar dan terlilit seperti gambar. Bukan pipih, karena kalau
demikian hanya akan disebut lempeng alias dadar oleh keluarga saya.
Pelengkap:
Setelah jadi, Roti Maryam dapat dinikmati dengan kari yang gurih. Kari merahnya
agak kental, berisi potongan daging sapi atau ayam dan kentang.
Semua ini khas banget. Klop. Tidak bisa diganggu gugat.
Kini
sudah banyak yang mampu mengolah dan menjual Roti Maryam. Dan kalau pun sekarang
ada varian topping dan rasa Roti Maryam, pasti ide ini akan tertolak di
keluarga saya, hehe.
Dan
saat teman-teman bercerita hidangan lebarannya tidak lengkap tanpa ketupat dan
opor, buras, soto. Keluarga saya merasa tidak lengkap bila tidak ada martabak
ini. Dari sini, mereka mengingat sanak-saudara lainnya, paman-bibi, baik yang
telah tiada, atau pun yang mahir membuat Roti Maryam.
Eh, dari tadi kok mereka-mereka melulu. Kok bukan kami ya? Saya sebagai apa nih disini?
Eh, dari tadi kok mereka-mereka melulu. Kok bukan kami ya? Saya sebagai apa nih disini?
Saya
lahir dari bapak yang bersuku Banjar
(KalSel) sedang ibu pun, lahir di KalSel. Pastinya, saya akan mengaku suku
Banjar. Saya tidak pernah mengaku ada (sedikit banget-banget-banget) darah
India, karena saking sedikitnya itu, hihihi.
Kami
ini (nah, ini baru pakai kata ‘kami’) generasi muda, sudah campur baur
wajahnya. Sedang bila berurusan dengan martabak India? Waduh. Saya cuma tahu makannya.
Konon,
Nenek saya bisa berbahasa India (entah jenis yang mana) tapi ini pun tidak
diturunkan ke anak-anaknya. Yang diturunkannya dari generasi sebelumnya adalah
Roti Maryam ini. Maka wajar, selalu ada kisah dibaliknya. Lalu, bahasa apa yang
dipakai bila kumpul-kumpul? Ya, bahasa Banjar.Tiap kali kami berkunjung ke rumah keluarga atau berkumpul bersama, maka cerita banding-membandingkan kelezatan Roti Maryam pasti akan disebut-sebut. Meski, bahan adonan selalu sama namun kualitasnya berbeda, juga kemampuan tiap individu. Karena tiap para mamak mewariskan kemahiran yang berbeda.
para saudara dan seorang paman |
“Aku uyuh banar mengibar martabak wayah ni.
Tuha banar pang sudah.”
(Aku capek banget mengibar martabak sekarang ini. Tua banget sih sudah)
“Tapi, tangan pian
nyaman mun me-ulah.”
(Tapi, tangan sampeyan enak kalau
membuat. –Maksudnya hasilnya enak-)
“Padahal bahan sama
aja tu lah. Paman anu tu, bah itu kuat lagi membanting 1000
pesanan.”
(Padahal bahannya sama saja. Paman (sebut nama) kuat lagi membanting adonan 1000 pesanan.)
“Aiy paman siapa itu.
Nang kayak apalagi kerabat sama kita ini?”
(Wah, paman siapa lagi itu? Bagaimana lagi hubungannya sama kita?)
Lalu cerita tentang
persaudaraan ini pun bergulir.
Roti Maryam menjadi pemersatu kami di kala berjauhan, di kala rindu berkumpul, di kala ingin mengingat kembali sejarah masa silam. Dan seringkali Roti Maryam hadir hanya di saat lebaran. Seperti tahun ini.
Roti Maryam menjadi pemersatu kami di kala berjauhan, di kala rindu berkumpul, di kala ingin mengingat kembali sejarah masa silam. Dan seringkali Roti Maryam hadir hanya di saat lebaran. Seperti tahun ini.
Saya
sebagai generasi selanjutnya tidak memiliki memori yang baik dalam hal memahami
silsilah generasi keluarga. Diantara sepuluh bersaudara, hanya ada dua yang
paham tentang silsilah dan rajin menjalin kekerabatan, ibu saya dan seorang paman. Sayang paman sudah tiada. Dan
diantara saudaranya, ibu juga salah satu yang pandai membuat Roti Maryam
beserta karinya.
“Jadi, ada jualah
sebujurannya keluarga kita nang ke India sana?”
(Jadi, ada juga ya keluarga kita yang ke India sana?)”
“Iih, tapi pang
ngalih banar. Mun sebujurannya ditelusuri tedapat pang aslinya.”
(Iya, tapi susah banget. Sebenarnya kalau ditelusuri bisa saja bertemu dengan
keluarga India aslinya)
“Jangan-jangan mun
ditelusuri kita ni besodaraan lawan Shah Rukh Khan.”
(Jangan-jangan, kalau ditelusuri kita ini masih bersaudara sama Shah Rukh Khan)
“Bah, kahandakan. Sekalian
pang lawan Amir Khan.”
(Wah, maunya. Sekalian aja sama Amir Khan)
“Tapi pang kada kawa
bebahasa India. Eh, apa gerang filmnya nang tehanyar itulah?”
(Tapi gimana, nggak bisa bahasa India. Eh, film terbarunya itu apa ya?)
Hahaha. Ini kok jadi bahas
film.
Ini cerita lebaran
saya dan makanannya yang tak terlupakan. Ada yang mau berbagi cerita asyik
lebarannya? dan makanannya? Share disini boleh banget kok :)
Catatan Khusus:
- Biasanya saya selalu terhipnotis saat ada yang bercerita silsilah panjang dan sejarah muslim India yang menjadi nenek-buyut kami. Sayang, tidak ada bukti otentik dan cerita yang pasti dan akhirnya kisah-kisah tersebut terputus. Kakek (alm.) sendiri telah menuliskan urutan generasi yang ia kenal, ini berguna untuk menjaga silaturahim. Catatan itu masih ada hingga sekarang dan selalu disimpan ibu.
- Bila ciri fisik Nenek-Buyut saya; berkulit gelap dan berhidung mancung. Maka, suku Banjar memiliki ciri khas yang berseberangan: berkulit cerah, dan hidung sebagaimana layaknya orang Indonesia pada umumnya. Kakek-Nenek awalnya tinggal di Kalimantan Selatan, tahun 70-an pindah ke Balikpapan beserta anak-anaknya dimana lebih banyak lagi keluarga di kota ini.
- Sampai sekarang saya tidak tahu asal-usul sebutan Roti Maryam. Cerita ini bukanlah untuk mendeskripsikan Roti Maryam seharusnya, ini hanyalah versi keluarga kami.
Mohon Maaf Lahir Bathin,
Enak bener deh santapan kala lebarannya. Sama kaya mendiang nenek saya (rahimahullah) yang sewaktu hidup selalu bikin dodol sendiri dan anti kalo masaknya ga pake kayu.
BalasHapusKebetulan kalo lebaran yang namanya dodol kudu ada, minimal satu atau dua lah.
iya bener, nenek ku yang satunya pun demikian. Harus pas sesuai resep dan cara yang dimilikinya, gak terpengaruh zaman pokoknya
HapusAku belum pernah makan roti maryam -___-
BalasHapusPadahal pengen banget deh. Psangannya dicocol sama kari ini. Mbok dikirimin gitu Lid. Orosinil dari Banjar langsung ;)))
Aihhhhhhh, coba aku tahu kemaren ya. Kukirimkan untukmu nyak ku sayang <3
HapusSabar deh
Waah, keluargaku juga ada nih mba yg terkenal enak banget martabak india buatannya.. Tapi sekarang sudah tuha banar pang jadi kada kawa menghibar martabak balambar-lambar :))
BalasHapusJadinya meolah soto banjar ajadah buat makan keluarga seberataan mba hihihi
ayuuu... jangan2 kita keluargaan ya
HapusDuh main kesini disuguhi roti maryam nyam...nyam. wah, hijaber acaranya dekat tuh, semoga bisa mampir :)
BalasHapushehehe, sayang roti maryamnya cuma gambar ya mbak
HapusSip, jangan lupa cerita pada kami yang jauh ini
waah proses pembuatannya kayaknya sadis banget hehehe. taqabbalallahu minna waminku mba :)
BalasHapusTaqobbal Yaa Kariim mbak Yasinta
HapusHahaha
Hahaha
Sadis itu justru yang menarik
Roti maryam ini kalau di daerah.q awalnya terkenal dikalangan orang arab bk. tp skrg udh pda tahu. waaaahhhhh q ska baget sma roti maryam mbk. apalagi masaknya dibuat garing...heeemmmmmm maknyuuuuussss. bikin lagi dan lagi :-)
BalasHapusSekarang udah banyak yang bisa, gak mesti etnis tertentu. Suka yang garing ya. Sama sih
Hapuskelihatannya enak Mba Lidha, ini pertama kalinya saya melihat penampakan roti india ini :)
BalasHapusYang bener mbak? Tapi di daerah mbak, banyak lagi yang unik2 ya
HapusBaru tahu mbak sama martabak maryam jadi penasaran pengen buat juga, tapi kalau bahan bahannya yang mewah apakah boleh, ahi hi hi.
BalasHapusAduh Akang, emang tinggi banget ya ampe mau yang mewah segala. Sok atuh buat ya
Hapushaaa, bener... Sesuatu yang dibuat dengan tangan itu biar bagaimana rasanya akan beda dengan yang dibuat oleh mesin... Gempor sih memang, tapi pastinya ada kepuasan sendiri. Baik dari yg membuat ataupun yg makan ^_^
BalasHapusThat's why, ibu saya hanya buat pas lebaran dan hari besar, gempor kalau tiap hari mak Ria
Hapusmantap
BalasHapusapanya?
HapusGila gila gilaaaakk
BalasHapusAku baru tauk mb lidh ada darah indoooo.....keren
Akulturasi budaya yah jadinya
Btw kakek mb yang india asli itu ortu ibu ya, berarti mah masih jelas banget atuh darah indiahei nya ini hihi
Roti maryam selama ini kupikir dari arab, ternyata india ya, aku suka dimakan polosan sih, klo ditopping ngerusak rasa gurih menteganya
Duh jadi pengen beli kaaaannnn
indonesia akuh Nit
HapusBukan kakekku, tapi kakeknya ibuku.
Aku nggak tahu Roti Maryam darimana, taunya dari dapurku aja bila matang hahaha
kok ya pas banget kemarin aku abis makan roti maryam yang sudah dimodifikasi toppingnya dengan daging kebab dan perintilannya. ternyata enak juga, meski makannya jauh lebih ribet drpd makan kebab, cz mesti pake sendok garpu
BalasHapusWah, kakak adek lebaran dimari. Senangnya :D
HapusItu bukannya roti prata ya..eh, entahlah.
Wah roti mariyamnya nampak menggoda mbak. Saya kenal roti mariyam dulu sering beli buat dicemilin sih, blm pernah memakannya lengkap pakai gulai gtu hehe
BalasHapusmbak April, cemilanmu berat bener. hihihi
HapusNi saya buat makanan pokok lho
Roti maryam enak, gurih di lidahku. Dekat rumah ada sepasang suami istri keturunan India yang buka kedai makan, nasi kebulinya sedap deh
BalasHapusWuaw nasi kebuli. Kok jadi saya yang pengen nih
Hapuswah martabak india ini sudah terkenal banget ya di keluarga mba bahkan makanan ini juga sudah turun temurun, kalau saya sih jujur baru mendengarnya dan belum pernah merasakan kelezatan nya :)
BalasHapusMakanan turun temurun sedari saya kecil
HapusMasa' belum? padahal udah banyak dijual bebas lho
Jadi penasaran dengan rasa roti maryam. Tapi aku lebih suka dengan nama roti Roti Canai biar agak ke india-india an dikit :)
BalasHapusemang si Maryam kurang India Bang? :D
Hapusakuuu suka roti maryam ini :D.. di medan ada tempat namanya kampung keling, skr udh diganti jd kampung madras.. dan penghuninya mayoritas india .. di sana tuh bnyk roti maryam yg enak2 mbak :D.. dan semua pakai kari biasanya.. jarang sih yg dimodif pake susu kental manis, ato pisang ato apalah.. tp aku pribadi, ga masalah juga kalo toppingannya diganti selain kari :D
BalasHapusIih, apa sih yang tidak kau ketahui tentang makanan mbak Fanny hahaha, Madras ya? kayaknya emang dari Madras deh ni makanan, Chenai juga Madras kan. Iya sih mbak, sekarang udah banyak pilihan topping, mereka yang pakai kari ini pasti yang ingin melestarikan
Hapuskayaknya enak ini
BalasHapusemang enak Bang :)
HapusAku suka banget sama roti maryam mbak, apalagi pake gula pasir yang halus itu makannya. :D
BalasHapusHahaha, udah capek2 bikinnya..makannya pake gula pasir.
Hapus*emang enak juga sih, hihih
belum pernah nyoba, padahal dekat rumahku ada yang jual, entah kenapa kok malas kesana, tpi kali ini harus
BalasHapusmahal nggak mbak?
HapusKalau mahal, entar aja..jangan diharuskan :)
Kalau di rumah yang namanya roti maryam itu rasanya mani banget betul ya? biasanya ditemani sama gula atau susu enak banget. sebelum dimakan dipanaskan dulu dengan cara di goreng
BalasHapusYang ini gurih Kang,
HapusKalau si Maryam aja manis sih.
Lagian kalau mau pake gula atau susu, roti biasa juga bisa :D
Wah aku blm pernah cobain rotinya
BalasHapusgak apa,
Hapuspandangin yang ini dulu aja ya :)
Enak banget kayanya. Pengen cobain
BalasHapusCobain Mod
HapusAku psuka sekali roti maryam, mba. pernah mencoba buat eh malah gagal, mba. Padahal udah mengikuti step by stepnya. Senang lihat ada yang khas di keluarga mba :)
BalasHapusLha saya aja sering gagal mbak :D
Hapussemoga menang yaaa mbakkk :D
BalasHapusAmiinnn *muahh*
Hapusbentuknya mirip nangkaya kambang
BalasHapus