Tahun 2013, saya masih ingat seorang business coach sekaligus motivator berkata, bahwa dari data-data yang ada, tingkat wirausaha di Indonesia masih rendah dibanding negara-negara lain terutama kawasan Asia Tenggara. Padahal kemakmuran dan berkembangnya suatu negara bisa dinilai dari perkembangan wirausaha-nya.
Pola pikir masyarakat Indonesia yang
cenderung masih mengenyampingkan wirausaha boleh jadi satu penyebabnya. Ada
banyak dari kita yang berpikir berwirausaha berarti tidak punya pekerjaan. “Si anu itu lagi nggak ada kerjaan, makanya
dia buka toko aja. Yah, sambil nunggu-nunggu nanti dapat panggilan.” Saya
sangsi kalau rakyat Indonesia belum pernah mendengar kalimat seperti ini.
Padahal bisa jadi Si Anu tidak sedang menunggu panggilan, tapi dia sedang
memanggil banyak orang untuk bekerja di tokonya. Entah mungkin tidak dikenalkan
sejak dini, maka jarang sekali ada anak-anak yang bercita-cita berwirausaha.
Tapi, tiap tahunnya wirausaha selalu
berkembang. Selalu ada ide-ide baru yang muncul dari individu-individu yang
ingin berdikari. Bermunculannya usaha-usaha di pinggiran jalan, kafe-kafe baru,
UKM, atau usaha yang mengandalkan kreativitas, online, juga startup (usaha
rintisan berbasis teknologi) membuat nuansa kemajuan yang unik hampir di setiap
kota di Indonesia.
Kebayang ya, hampir setiap hari kita bisa
melihat iklan atau gencarnya promosi si A, si B, teman kita yang sekarang sudah
punya usaha ini dan itu. Dan kita bukannya pengen beli, kadang-kadang malah
kepikiran: lha terus aku kapan punya
usaha sendiri?
Saya sendiri terpaksa mengenyampingkan
ide-ide mulia untuk berbisnis dikarenakan
faktor tunggal; saya masih ingin fokus menulis. Sedangkan untuk modal, saya
percaya materi bukanlah satu-satunya penyebab utama pembuka bisnis. Kecakapan
dan bakat yang kita miliki merupakan value tersendiri, yang justru memungkinkan
terjadinya diferensiasi.
Namun, meskipun sebuah usaha telah memiliki
diferensiasi alias nilai jual yang berbeda dari unit usaha yang beragam, banyak
juga yang putus di tengah jalan. Kadang-kadang kita bertanya mengapa kafe di sebelah sana sudah tutup,
padahal jualannya oke, produknya jarang ada yang jual. Mengapa si XX berhenti dengan franchise es durian perangnya,
padahal siapa lagi yang ngajak perang kalau bukan dia. Atau Si Emak Rosalinda yang terpaksa gulung akun
hijab onlibe shopnya gara-gara lelah menghadapi sinyal yang jungkir balik.
Padahal (lagi-lagi) hanya Si Emak ini yang jualannya berbonus sisir nano anti
ketombe.
Beberapa kemungkinan penyebab mengapa
bisnis tidak mengalami peningkatan bisa saja ada faktor khusus dari usaha itu
sendiri, mungkin juga tidak sanggup dengan persaingan bisnis yang terus melaju. Tidak tahu cara tumbuh dan
berkembang di era modernisasi. Atau salah kaprah memahami keuangan, dimana
pelaku usaha gagal membedakan omzet
dan profit, termasuk tidak mampu
membedakan hutang dan modal. Banyak sekali faktornya. Atau seperti Emak
Rosalinda yang yah.. lelah gagal sinyal aja.
Maklum saja, karena berbisnis/berwirusaha
itu menciptakan diri kita sebagai sosok pemikir dan pemimpin yang tentu berbeda
dengan pekerja biasa. Resiko gagalnya jauh lebih besar dengan seribu tantangan
di pundak, namun sesungguhnya keberhasilannya mampu memberikan nilai bagi
negeri ini.
Jangankan dalam hal berbisnis, sebagai freelancer saja saya merasa gagal. Di tengah
kesulitan ketika saya berpikir untuk semakin maju, semakin sering pula saya
memikirkan space untuk kerja
saya.Ya saya butuh ruang, bukan sekedar ruangan, namun juga akses buat saya
untuk melebarkan sayap, mengejar target-target yang lama dipendam. Pemikiran
ini saya kira sama layaknya dengan kebutuhan para pelaku usaha, mereka yang
berbisnis atau apapun namanya yang ingin berkembang atau baru saja memulai
usahanya.
Space
yang saya maksud terkait dengan coworking
space. Tapi tulisan ini memang bukan tentang saya, nanti kita akan lihat
mengapa pelaku usaha/entrepreneur/startup membutuhkan coworking space ini, yang memang cocok bagi mereka yang tidak
memiliki kantor, mereka yang kreatif, mereka yang gaya kerjanya berbeda dengan
pekerja pada umumnya, yang ingin membangun pondasi bisnis dan percepatan bisnisnya.
~ Co-Working Space ~
Istilah
coworking space baru familiar buat
saya kira-kira 2-3 tahun belakangan ini. Saya yakin bisa gagap mengartikan apa
itu coworking space, karena ingin
menyebutnya sebagai kantor namun tidak serupa sebagaimana kantor pada umumnya.
Atau bagaimana kalau saya sebut coworking
space sebagai platform bekerja idaman?
Pada dasarnya coworking space memang merupakan sebuah area bekerja, yang tidak
hanya menawarkan para freelance atau
pelaku usaha bisa bekerja dengan tenang namun juga menawarkan konsep bekerja
yang nyaman baik dari arsitekturnya maupun sarana-prasarana, coworking space juga menawarkan hubungan
yang positif dan aktif, tempat berbagi dan tentunya menjadi tempat menuangkan
ide hingga membantu ide ini untuk berkembang.
Mari kita ambil contoh coworking space EV Hive yang berkedudukan
di Jakarta dan BSD, Tangerang. Setidaknya ada 7 lokasi Ev Hive pada saat ini. Ya, Ev
Hive memang bangunan, tapi jangan bayangkan coworking space ini sebagai benda mati. Coworking Space itu hidup bersama coworkernya, tumbuh dan berkembang bersama. Menginspirasi dan
menguatkan.
BAGAIMANA BISA ?
Saya menyebutnya penyediaan kebutuhan
lahir batin. Ev Hive menyediakan
ruang pribadi, pertemuan dan acara-acara kegiatan bisnis para penggunanya.
Karena waktu bekerja tiap individu berbeda, disediakan pula tempat beristirahat
untuk kapan saja. Termasuk gaya bekerja seseorang yang lebih suka melantai atau
sambil ngobrol bareng teman, silakan saja.
Interior dan beberapa kreativitas dipajang
agar menarik minat dan menginspirasi. (Saya pernah menulis bahwa Kreativitas
Dapat Memotivasi Pekerja)
Ev Hive Coworking Space |
Kebutuhan internet (wifi) tidak perlu
ditanya, si Emak Rosalinda pun tidak perlu
closing hanya karena gagal sinyal. Ada juga storage space untuk menyimpan barang-barang pribadi. Kopi? juga
disediakan.
MENDUKUNG STARTUP INDONESIA
Dalam hal ini Ev Hive mendukung sepenuhnya ekosistem startup di Indonesia. Kata
sepenuhnya ini dapat dilihat dari penyediaan fasilitasnya dan acara-acara yang
berkaitan dengan startup, kemajuannya, upaya investasi dan bagaimana
menjadikannya produktif. Ada kelas-kelas ilmu, berbagi antar komunitas dan
tokoh-tokoh profesional. Wajarlah bila EV
Hive turut didukung pemerintah DKI Jakarta sebagai sarana pengembangan startup dari kota Jakarta.
Ev Hive Coworking Space |
Untuk mencicipinya
bisa dimulai dari Rp 50.000/hari
LOKASI ::
JSC Hive
EVHive The Maja
EV Hive Dimo
Ev Hive D.Lab
EV Hive The Breeze
Satellite @SCBD
KENAPA BUTUH COWORKING SPACE ?
Mengapa seorang freelance, entrepreneur,
pelaku usaha butuh co-working space?
Saya kira memang pertanyaan ini tergantung kebutuhan dasar dan definisi bekerja
masing-masing pihak. Ketika kita memikirkan sebuah kantor sebagai tempat untuk
fokus bekerja, kenyataannya tidak semua pekerja merasa nyaman berada di kantor.
Atau sebaliknya, justru tidak punya kantor. Lalu, pilihannya jatuh ‘bekerja di
rumah’ atau fleksibel saja, kalau mau meeting atau suasana beda cukup ‘melarikan
diri’ ke kafe.
Namun, ada beberapa alasan mengapa coworking space seperti Ev Hive menjadi wadah (platform) yang
layak untuk bekerja, berkembang, juga untuk mengakselerasi bisnis di era teknologi
ini:
“Kerja
apa? Kok di Rumah Aja!”
Ya begitulah, persepsi masyarakat kita
yang masih menganggap kerja itu mestinya keluar dari rumah. Sedangkan di era digital
seperti ini kita bisa bekerja dari rumah. Anggapan ini diperparah bila keluar
dari anggota keluarga. Bukannya fokus pada percepatan usaha, malah sibuk menepis komentar negatif. Makanya saya bakalan pilih keluar dulu dari
rumah agar terlihat ‘saya memang bekerja’.
Belum lagi perkara prestise, punya
kantor itu terlihat berwibawa, dibanding yang kerjanya di dalam kamar saja.
Penting ya prestise? Tetap tergantung individunya. Hanya adakalanya sekukuh
apapun prinsip kita, bisa hancur juga karena persepsi orang lain. Alasan ini
mungkin terkesan sederhana, bila demikian mari lanjut ke alasan berikut:
“Jualan
di Teknologi, Menjual dengan Teknologi.”
Populasi pengguna internet di Indonesia
terus meningkat. Ini potensi serius yang tidak boleh dilewatkan, ada market
besar di sini. Berapa banyak perusahaan (sebagai) startup digital yang kini
dikenal masyarakat se-Indonesia? Pastinya kita tidak asing dengan ojek online
bukan. Belum lagi menempatkan promosi di sosial media yang ternyata benar
menguntungkan.
Ini era teknologi membuat kita harus tahu
cara tumbuh dan berkembang agar tidak
buru-buru closing. Sepanjang pengamatan saya, mendirikan suatu usaha itu
masih mudah, mempertahankannya bisa ‘berdarah-darah’. Otomatis seorang pelaku
usaha harus pandai melihat perubahan selera konsumen dan tren terbaru yang
dapat menarik minat.
Dengan teknologi bisa? Data dari Kominfo
menyebutkan Indonesia adalah raksasa dunia digital Asia yang sedang tertidur.
Lembaga riset digital emarketer memperkirakan pada 2018 jumlah pengguna aktif
smartphone di Indonesia lebih dari 100 juta orang (kominfo.go.id).
Ini baru bicara smartphone belum teknologi
yang lain. Bisa dibayangkan potensi pasarnya?
“Support
Me, Please.”
Bisa disebut coworking space karena wadah ini menjadi perekat antar komunitas.
Dengan demikian ada momen berbagi dan saling bekerjasama. Meskipun entrepreneur
itu sifatnya berdikari -berdiri di atas kaki sendiri- tetap dia membutuhkan
pihak lain karena tidak semua printilan pasti terurus. Karena proses saling
membutuhkan ini, proses saling mendukung satu sama lain pun tercipta. Ev Hive juga menyediakan fasilitator
yang tepat agar penggunanya terhubung satu sama lain.
Ev Hive Coworking Space |
Ada permasalahan? Ada solusi yang bisa
muncul dari pihak kedua, ketiga, keempat. Koneksi yang baik dapat menunjang
keberlangsungan bisnis lho.
“Bertemu Komunitas, Bertemu Potensi Pasar.”
Saya perhatikan, pertemuan
individu-individu di dalam satu komunitas atau bahkan pertemuan antar komunitas
satu dengan lain, biasanya membuka peluang pasar untuk pihak lain. Satu contoh
yang saya temukan seperti ini; Technopreneur A menceritakan dia tidak
menyediakan produk XYZ sementara konsumennya sangat sering meminta produk
tersebut, lalu ada Mompreneur B yang menyediakan produk XYZ namun tidak
memiliki konsumen yang berarti. Maka, yang terjadi dalam komunitas atau antar
komunitas bukan hanya saling mendukung namun juga mampu berkolaborasi bisnis.
Ev Hive Coworking Space |
“Bukan Cuma Ngantor, Tapi Juga Upgrade Skill”
Ketika entrepreneur membuka bisnis atau
melakukan percepatan bisnis (akselerasi) yang dipikirkan adalah menghadirkan
produk/service/fitur yang sesuai hasratnya. Bukan persoalan salah atau benar,
namun hal ini haruslah memuat kepastian apakah sesuai dengan selera konsumen
atau tidak. Karena setelah diluncurkan, ternyata tidak sesuai dengan kebutuhan konsumen
atau sifatnya parsial, sayang sekali bukan?
Ev Hive Coworking Space |
Satu lagi, ada masalah serius lain di
kalangan entrepreneur, yakni belum mampu memahami permasalahan keuangannya
sendiri. Sebagus apapun konsep bisnis yang dimiliki tapi tidak mampu mengelola
keuangannya dengan tepat, sama saja bunuh diri. Karena itu ilmu lain pun
diperlukan. Coba tengok event-event dan kelas yang diselenggarakan Ev Hive, bisnis memang harus
berkembang, namun jangan lupakan keahlian diri.
“Tidak Merasa Bekerja, Hanya Menyalurkan Hobi”
Ini menurut saya, bahwa bekerja yang
nyaman itu saya tidak merasa bekerja, melainkan hobi. Atau bekerja yang nyaman
itu adalah hobi yang dibayar (Kang Emil). Saya melihat coworking space sebagai wadah penyaluran hobi yang nyaman dan
menghasilkan, dimana entrepreneur bisa berkembang di dalamnya hingga tumbuh
menjadi profesional. #EvHive is #newwaytowork.
--------------------------------------------------------------
--------------------------------------------------------------
Halo, terimakasih sudah membaca artikel ini.
Yuk bantu vote di http://bit.ly/votingevhive
lalu dapatkan hadiah UANG TUNAI
dengan menyebarkan link referral yang didapat.
Yuk bantu vote di http://bit.ly/votingevhive
lalu dapatkan hadiah UANG TUNAI
dengan menyebarkan link referral yang didapat.
Terimakasih dan semangat menyebarkan :)
***
Sumber foto Ev Hive : website dan sosial media Ev Hive
+++++++
EDIT : Kabar terbaru Ev Hive telah berganti menjadi Cocowork
+++++++
EDIT : Kabar terbaru Ev Hive telah berganti menjadi Cocowork
Kalau bekerja dikelilingi hal-hal kreatif dijamin kita pasti ketularan ya, meski cuma sedikit. Bukankah dikit-dikit lama-lama menjelma jadi bukit?
BalasHapusSetuju?
Apalagi di masa ini kreativitas menjadi tuntutan juga mba
HapusEh, cuma mau bilang, horeee... aku tukang komentar perdana.
BalasHapusGitu aja. Hahaha.
Ayee.. selamat selamat :D
Hapuswah memang sekarang kebutuhan untuk itu semakin banyak ya, apalagi ditunjang tempat yg nyaman dan sarana yang top
BalasHapusYa karena tempat yg nyaman jadi kebutuhan juga buat kelancaran bekerja
HapusBener mba kebutuhan coworking space akhir2 ini juga meningkat, bahkan utk di Pekanbaru
BalasHapusSepertinya dimana2 ya, buat blogger juga nyaman
HapusMental wirausaha itu emang unik, ya Mba. Gak sembarangan apalagi masih sering dipandang sebelah mata. Pastinya tempaan mental para pelaku usaha bikin mereka tambah kuat.
BalasHapusNah itu, jadi pengusaha itu mesti mental baja euy, kudu berani jatuh bangun
HapusBetul koneksi yg luas beneran bisa membantu bisnis
BalasHapuspoor me yang hidupnya di kota kecil mbak. Di Tasik belum ada coworking. Jadi dulu zaman masih freelance dan usaha startup kecil-kecilan sama temen, kita itu ngontrak rumah mbak. Dari segi harga lebih mahal dan jauh dari kata nyaman untuk bekerja. Coba ada coworking ya disini...semoga secepatnya :)
BalasHapusAsyik yaa co working space gini. Kita msh bisa bekerja dgn suasana nyaman tp biayanya terjangkau
BalasHapusWah dengan adanya coworking space di eh hive ini para startup baru berasa seperti punya kantor atau rung kerja pribadi ya. Tempatnya pun terlihat sangat nyaman, Keren deh Pokoknya
BalasHapusBicara wirausaha saya ingat alm ayah. Beliau pernah menjadi petani daun seledri dan peterseli. Tahun 88 an. Kalau saat itu ada model coworking space EV HIVE beliau tentu tidak repot belajar pemasaran dan memasarkan.
BalasHapusSebelum ayah membudiyakan seledri harganya mahal karena di daerah kami waktu itu orang sulit menemukan seledri. Setelah beliau memasarkan harganya jatuh.
Kemudian peterseli, menurut saya beliau membudidayakan di tempat yang belum mengenal garnis tersebut. Bisa laku kalau orang daerah lain tahu.
Betul banget mbak, kerja di co working space nggak cuma ngantoe tp juga upgrade skill.
BalasHapusBaca pembuka di artikel ini, saya ingat es cappucino cincau favorit saya di kilo 2 yang udah ga buka lagi -_- padahal itu capcin paling enak se-Balikpapan versi saya. Hihihi... coworking space ini di Balikpapan ada ga ya mbak?
BalasHapusNah, saya pun bertanya2... ada gak ya? hehehe
HapusCoworking space ini selain untuk menumbuhkan iklim kompetisi dan juga memperluas link antar-start up, juga bisa buat menepis prasangka-prasangka orang yang di rumah muluk tapi duitnya banyak. Kalau yang pikirannya sempit pasti menganggapnya ngepet atau pesugihan, padahal mah kerjanya remote.
BalasHapusKalau di Padang coworking place blm terlalu berkembang
BalasHapusMembaca bagian awal tulisan ini jadi ingat ibu dari teman suami saya. Saat suami saya nanya tentang pekerjaan anaknya, ibu itu bilang, "Ndak kerja." Tapi kemudian dia jelaskan kalau anaknya membangun bisnisnya sendiri hihihi.
BalasHapusSekarang enak, tidak butuh modal besar untuk sewa ruko ya, Mbak. Cukup di coworking space saja dulu sembari menunggu dan melihat usaha stabil.
"ke luar rumah supaya kelihatan bekerja"
BalasHapus:D :D :D Persis bangeeet.
Mengerjakan sesuatu yang disukai dan kemudian dapat bayaran adalah hal yang paling diinginkan semua orang
BalasHapusHemmmm cucok nih sepertinya buat aku, kadang kerja dirumah bosen juga pengen suasana yg baru... btw sukses buat ngelombanya ya mbak...
BalasHapus