Balikpapan’s Green Footprints and Climate Café on NDC

Balikpapan's Green Footprints
Jalan kaki, menggunakan transportasi publik, dan berdiskusi dalam  Balikpapan’s Green Footprints and Climate Café on NDC

Jalan kaki dan menggunakan transportasi publik memiliki peran krusial dalam mengurangi jejak karbon.

Kegiatan inilah yang menjadi inti Balikpapan’s Green Footprints and Climate Café on NDC, sebuah kegiatan kolektif yang diinisiasi Climate Reality Indonesia (Jakarta) berkolaborasi dengan InstaBPN, media dan komunitas Balikpapan yang tumbuh dan berkembang lewat media sosial. Dalam aksi ini juga diikuti oleh peserta dari berbagai komunitas lokal lain, seperti komunitas Blogger Balikpapan, komunitas Balikpapan Tempo Doeloe, mahasiswa, Pramuka, serta siswa-siswi SMP Negeri 20 Balikpapan.

Kegiatan dimulai pada Sabtu pagi, 21 September pukul 07.00 WITa di Umak Communal Space, sebuah kafe buku yang berlokasi di Jl. Kompleks PU. Diawali dengan sarapan kudapan lokal, dilanjutkan dengan perkenalan dan pengarahan dari Kak Arifah (@climaterealityina) dan Kak Elsa (@instabpn).

Aksi “Balikpapan’s Green Footprints” ini bertujuan mengaktifkan spirit berjalan kaki dan menggunakan transportasi publik dalam rangka mengurangi jejak karbon. Dampak jejak karbon yang sudah dirasakan seperti perubahan iklim, anomali cuaca, kenaikan suhu bumi, perubahan permukaan air laut. Jejak karbon atau carbon footprint yaitu akumulasi dari emisi karbon yang dihasilkan dari aktivitas manusia yang memiliki dampak terhadap lingkungan. Sedangkan emisi karbon mengacu pada pelepasan gas karbon dioksida (CO2) dan gas rumah kaca lainnya ke atmosfer. Emisi karbon dapat berasal dari penggunaan kendaraan berpolusi, kegiatan industri, deforestasi, sampah makanan yang dibuang bebas, sampah plastik. 

kota hijau Indonesia

Dalam laporan tahunan Global Carbon Project, menyebut bahwa emisi karbon global dari bahan bakar fosil pada tahun 2023, meningkat (lagi) 1,1% dari dari tahun 2022. Sementara di Indonesia, terjadi lonjakan kenaikan total emisi fosil CO2 sebesar 18% di tahun 2022. Pencapaian ini yang tertinggi selama 60 tahun terakhir. Sampai-sampai Antonio Guterres, Sekretaris Jenderal PBB, berkata, “Era pemanasan global (global warming) telah berakhir, dan era perebusan global (global boiling ) telah tiba.”

“Climate change is here. It is terrifying. And it is just the beginning,” said the UN secretary general, António Guterres.

Pemaparan Kak Arifah menjadi stimulan bagi peserta bahwa bagaimana pun juga, kita sebagai manusia menjadi penyebab ini semua. Maka, semestinya kita dapat memberikan kontribusi positif dengan mengurangi jejak karbon, baik sebagai individu, masyarakat, korporat, dan bernegara. Sebagai individu, kita dapat mengurangi jejak karbon dengan lebih banyak berjalan kaki dan menggunakan tranportasi publik, mengelola sampah rumah tangga, mengurangi penggunaan plastik, memperhatikan konsumsi makanan dengan tepat mulai dari pemilihan makanan hingga limbah makanan, efisiensi energi, memilih produk dengan tepat guna, juga mendukung produk lokal berkelanjutan. Sebagai makhluk komunal di perkotaan, kita dapat melakukan pendekatan berbasis partisipasi dalam mendorong perilaku ekologis berlandaskan prinsip keberlanjutan, dengan menyuarakan peran kota dalam menerapkan green infrastructure, manajemen limbah yang efisien, atau mengunggah kesadaran bersama menuju low-carbon lifestyle.


Jelajah, Sejarah, Menelaah

Dari Umak Communal Space, kami memulai langkah-langkah melewati trotoar sepanjang 1,8 KM sampai Taman Bekapai sembari mengamati elemen kota. Sepanjang jalan merasakan fasilitas publik, menelaah kelayakan sebagai pedestrian, menyoroti fungsi jalan yang dilalui kendaraan, menikmati kebermanfaatan Ruang Terbuka Hijau (RTH), akses publik, tanaman, lingkungan dan kualitas udara.

SIAPA YANG PERNAH SALAH DALAM MENGGUNAKAN KATA PEDESTRIAN?

 

pe.des.tri.an /pêdestrian/ : (n) pejalan kaki: pengguna jalan.

tro.to.ar : (n) tepi jalan besar yang sedikit lebih tinggi daripada jalan tersebut, tempat orang berjalan kaki.


Kami berhenti di beberapa titik, bukan sekadar melepas lelah, lebih dari itu, kami diajak mengenal kota lebih dalam. Kak Ocha, biasa disapa demikian, salah seorang penikmat sejarah kota memberikan sedikit cerita tentang lokasi yang kami singgahi. 

Rumah Plengkung atau Rumah Lengkung di Jl. Kompleks PU atau VnW, menjadi lokasi pertama yang kami singgahi. Secara global, bangunan ini disebut Nissen Hut atau Pondok Nissen, yakni pondok yang mulanya dikhususkan untuk keperluan militer yang difungsikan sebagai barak selama PD 1. Pondok dengan struktur baja prafabrikasi ini disebut Nissen Hut, karena penemunya adalah Insinyur bernama Mayor Peter Norman Nissen yang berkebangsaan Kanada-Amerika-Inggris. Di Balikpapan, Rumah Lengkung ini disebut peninggalan Belanda pada era PD 2, yang dahulu berjumlah ratusan.

Bukan hanya Rumah Lengkung yang bersejarah, nama jalan lokasi bangunan ini pun bernilai sejarah. Nama VnW, berasal dari Departement Van Verkeer en Waterstaat (VnW) atau Departemen Urusan Lalu Lintas dan Pengairan yang sebelumnya bernama Departement van Burgerlijke Openbare Werken (BOW) atau Departemen Pekerjaan Umum oleh Belanda.

Jadi, begitulah. Kemi berjalan-jalan menikmati lingkungan, sekalian dapat asupan sejarah.

Depan Rumah Lengkung
Peserta mendengarkan cerita Kak Ocha di depan Rumah Lengkung

Setelah dari Rumah Lengkung di VnW, kami kembali menyusuri trotoar, mengarah ke Taman Bekapai, Jl. Jend. Sudirman. Banyak hal yang menjadi bahan obrolan di sepanjang jalan. Di sisi kiri, kami menemukan parit besar yang kotor, sebuah PR untuk bersama. Trotoar yang kami lalui terasa ‘unik’. Trotoar normal yang kadang mengecil, kadang menghilang. Jalur khusus untuk tuna netra atau guiding block juga sudah dibuatkan pada trotoar tersebut. Namun, saya penasaran, bagaimana sebenarnya penerapan guiding block yang tepat? Karena guiding block beberapa kali terputus ketika melewati muka bangunan, sementara ada trotoar yang lebih tinggi dari permukaan jalan.

Cuaca selama perjalanan cenderung menyenangkan, tidak menyengat. Hal yang saya suka dari Balikpapan, bahwa warna langitnya masih benar biru, pandangan masih jelas, tidak berkabut, dengan ketersediaan vegetasi dan ruang hijau. Median jalan tidak hanya berupa beton pembatas. Ada tanaman di sepanjang jalurnya. Sementara di trotoar, terdapat tanaman peneduh yang cocok untuk menyerap karbon dan menghasilkan oksigen. Meski, ada juga tanaman yang dipasang hanya berfungsi estetika semata. Misalnya, terdapat tanaman bougenvil (Bougainvillea) dengan pot-pot yang sangat besar, lebih besar dibanding tanamannya, yang bahkan banyak mengambil lebar trotoar. Setahu saya, bougenvil tidak dikategorikan sebagai tanaman ideal penyerap karbon utama atau penghasil oksigen yang signifikan di jalur jalan. Kekurangan lain, tanaman ini berduri lho. Jangan sampai ketika jalan, kita kecucuk duri bougenvil. Namun, bukan berarti tidak boleh ya. Karena tanaman ini cenderung tahan banting terhadap cuaca, tidak butuh banyak air, dan jika berbunga, bougenvil memang sangat indah. Hanya saja, pertimbangannya adalah letak tanaman, dan penggunaan pot yang aman agar tidak mengganggu pengguna jalan.


Setelah itu kami berhenti di Kantor Pos Balikpapan. Lagi, Kak Ocha mengisahkan sejarah Kantor Pos kebanggaan yang konon dibangun tahun 1905 – 1910, dan pada 1995 diresmikan kembali.

singgah di Kantor Pos
Kak Ocha bertutur



Menyaji Pengamatan Bersama

Perjalanan pun berlanjut hingga Taman Bekapai, sebuah taman terbuka hijau di tengah kota yang nyaman untuk bersantai bersama keluarga. Kak Arifah membagi kami menjadi dua kelompok, yang akan mendiskusikan hasil pengamatan sepanjang jalan. Ternyata dari jejak-jejak langkah tersebut, banyak hal yang bisa dihasilkan dalam topik bersama. 

diskusi di Taman Bekapai
kelompok 1

diskusi di Taman Bekapai
kelompok 2



Seperti inilah, hasil diskusi kami :

Trotoar (Keamanan, Keselamatan, Inklusivitas, Terpadu)

Ketersediaan Jalur Pedestrian Sepanjang Jalan, dan Penerapan Guiding Block

Ada 4 kelompok kategori jalan di Kota Balikpapan : jalan arteri primer dan sekunder (jalan utama termasuk juga jalan provinsi) jaringan jalan kolektor primer (jalan yang menghubungkan jalan lokal dengan jalan arteri) dan jaringan jalan lokal (jalan yang menghubungkan jalan lingkungan dengan jalan kolektor).

  • Jalur pedestrian (trotoar) memang tersedia di sepanjang perjalanan kami (jalan arteri), tapi belum maksimal di sepanjang jalan arteri lain di Balikpapan. Pun yang semestinya trotoar beralih fungsi menjadi tempat parkir.
trotoar
pot-pot besar (kiri) di jalur pedestrian


Pemasangan Guiding Block untuk difabel mengacu pada peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 30 tahun 2006 mengenai “Pedoman Teknis Fasilitas dan Aksesibilitas pada Bangunan Gedung dan Lingkungan”.

Jenis-jenis Tekstur Guiding Block (1) Tekstur Garis Lurus: jalur pemandu untuk bergerak lurus ke depan. Biasanya digunakan di sepanjang jalur trotoar atau koridor. (2) Tekstur Titik: Tekstur ini digunakan sebagai peringatan akan adanya persimpangan, perhentian, atau rintangan di depan, untuk membantu berhati-hati.

  • Guiding block tersedia, meski tidak semua di koridor/trotoar pada jalan utama. Pada trotoar yang terpisah, guiding block bertekstur garis lurus (semual vertikal) dipasang bersilang (horizontal) sebagai penanda turunan trotoar atau perpindahan.
jalur khusus difabel

Akses Penyeberangan, Penerangan Jalan, Halte, dan Parkir

  • Akses penyeberangan yang paling umum pastinya zebra cross. Selain itu, di Balikpapan juga sudah ada jembatan penyeberangan orang (JPO) dan baru-baru ini disediakan pelican crossing. Pemasangan warning light juga masih anyar, dengan mencakup 4 titik di sepanjang Jalan Jenderal Sudirman, yakni : Balikpapan Permai, Polresta Balikpapan, Gedung Parkir Klandasan, dan Balai Kota Balikpapan. Kami sempat mencobanya, dan para pengendara yang lewat sepertinya sempat bingung dengan warning linght ini.
  • Penerangan jalan di malam untuk jalan arteri dirasa layak. Sementara harapan untuk halte, karena Balikpapan baru saja memiliki Bus Trans dengan titik-titik pemberhentian di koridor, dirasa bentukan halte-nya masih kurang optimal, karena tidak memiliki naungan, yang membuat para calon penumpang harus rela berdiri berpanas-berhujan. Namun, mengingat hal ini masih sangat baru, masih tahap percobaan, semoga ada peningkatan lebih baik.
  • Masalah parkir, meski sudah disediakan gedung parkir, sayangnya masih terdapat kendaraan parkir di tepi jalan utama.

Fasilitas Publik (Bangunan Bersejarah, Angkutan umum, Ornamen dan Fungsi)


  • Bangunan bersejarah. Butuh diskusi kembali antara Pemkot dan kelompok peduli sejarah. Harus diakui pengetahuan, serta kepedulian masyarakat terhadap sejarah Balikpapan masih kurang. Termasuk ketika Kak Ocha bercerita, para peserta terkaget-kaget dengan pengetahuan yang baru didengar.
  • Fasilitas toilet umum di sepanjang jalur pedestrian dapat dicapai dengan mendatangi tempat ibadah atau perkantoran umum. Sementara fasilitas cuci tangan, masih tersedia sejak era pandemi. Fasilitas minum dari keran (tap water) pernah ada di Balikpapan, tapi memang tidak cocok untuk warganya.
  • Angkutan Umum di Balikpapan sejak awal adalah angkot. Pada 2024 ini bertambah satu yakni Bus Balikpapan City Trans.

Ruang Terbuka Hijau (Fungsi Ekologis dan Sosial)

Pemerintah menetapkan lewat Undang-undang nomor 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang, pasal 29 ayat 2, bahwa proporsi ruang terbuka hijau pada wilayah kota paling sedikit 30% dari luas wilayah kota. Juga Peraturan Daerah (Perda) Kota Balikpapan Nomor 3 Tahun 2019 tentang Pengelolaan Ruang Terbuka Hijau

Jenis Ruang Terbuka Hijau (RTH) di Balikpapan ada : Hutan kota, taman kota, jalur hijau (taman pulau jalan dan median jalan), pemakaman, dan sebaran RTH publik di wilayah kota. Secara ekologis, RTH membantu menjaga kualitas lingkungan dengan menyerap polusi, mengatur suhu, mengelola air, dan mendukung keanekaragaman hayati. Secara sosial, RTH menciptakan ruang bagi masyarakat untuk berinteraksi, berolahraga, berekreasi, dan berpartisipasi dalam kegiatan budaya, serta meningkatkan estetika kota. Ini terdapat pada taman-taman kota di Balikpapan.

Balikpapan memiliki 37% RTH dari luas wilayah kota. Ini sesuai dengan permintaan pemerintah dan sekaligus menjadikan Balikpapan sebagai 5 kota di Indonesia dengan ruang hijau yang tinggi. ( data.gosdstats.id )

  • Secara sosial, taman-taman kota masih menjadi tempat favorit warga Balikpapan untuk berekreasi bersama keluarga.
  • Pemilihan tanaman tepi jalan. Pemilihan tanaman sudah cukup baik. Meski diharapkan tanaman-tanaman yang ditaruh di pot, untuk tidak mengganggu pengguna jalan.
tanaman peneduh

  • DLH Balikpapan menyiapkan tempat sampah baik 3R (reduce, reuse, dan recycle) di banyak lokasi umum, dan 4R (recycle, reuse, reduce, dan replace) di beberapa lokasi tertentu. Hanya saja masih dibutuhkan kesadaran masyarakat untuk membuang sampah dengan benar.
  • Topik RTh juga mengajak peserta untuk mendiskusikan resapan air, alat pemantau kualitas udara di perkotaan, juga persoalan mitigasi bencana.
  • Baru-baru ini Ban Indonesia (BI) dan Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Kemenko Marves) meluncurkan aplikasi kalkulator hijau yang dapat digunakan untuk mengukur emisi karbon, memantau tingkat kehijauan dari aktivitas-aktivitas yang dilakukan oleh unit usaha seperti UMKM.
kalkulator-hijau-by-BI


Seusai menetapkan hasil pengamatan bersama, kami pun kembali ke Umak Communal Space menggunakan transportasi publik untuk beristirahat dan mempresentasikan hasil diskusi. Kebetulan kami menggunakan trasnportasi anyar Bus Balikpapan City Trans (Bacitra) selagi bus masih dalam masa uji coba, alias gratis. 

naik BCT


Sebelum tiba di Umak Communal Space, kami santai sejenak di Monumen Perjuangan Rakyat (Monpera), untuk kembali mendengarkan tutur Kak Ocha, Kak Arifah, dan Kak Elsa.


Balikpapan’s Green Footprints, Melangkah Untuk Penghijauan

Balikpapan’s  Green Footprints  and Climate Café  on NDC


Apa hubungannya jalur pedestrian yang nyaman, ketersediaan fasilitas publik dan bangunan bersejarah dengan penuruan emisi global ?

Karena bisa saja hal ini membingungkan bagi sebagian orang. Kalau penurunan emisi global dihubungkan dengan RTH, sampah, dan penanaman hutan, pasti banyak yang nyambung kan ya.

Jadi begini, jalur pedestrian yang nyaman akan mendorong mobilitas ramah lingkungan. Dengan ketersediaan fasilitas publik (sampah, toilet, cuci tangan, halte, dll) para pengguna jalan makin nyaman dan aman. Ketika orang-orang makin suka jalan, diharapkan bisa mengurangi ketergantungan pada kendaraan bermotor, serta dapat meningkatkan kualitas udara. Nah, jika kenyamanan jalan kaki ini terus menerus berlangsung dan meningkatkan, maka besar harapan bisa berkurangnya konsumsi bahan bakar fosil dan emisi gas rumah kaca. Sementara itu, bangunan bersejarah yang direnovasi dan dipertahankan menggunakan teknik yang efisien energi juga dapat mengurangi emisi, alih-alih menghancurkan dan membuat bangunan baru. Pelestarian bangunan bersejarah jauh lebih ramah lingkungan dibandingkan dengan membangun dari nol.

“Kita hidup di masa, ketika melihat orang jalan kaki, mendadak kasihan. Pergi ke warung berjarak 150 meter, dirasa jauh, dan mending naik motor. Jalan kaki takut capek, takut pusing, takut panas. Maka, walau pun terlihat biasa saja, mensosialisasikan dan menggerakkan aksi jalan kaki adalah penting.”

Setelah tiba di Umak Communal Space, kami beristirahat sembari menyantap makan siang yang sudah disediakan. Benar ya, lapar itu sebenarnya anugerah. Para peserta menyantap habis makanan di piring masing-masing. Perilaku seperti ini pun bagian dari cinta bumi. Karena makan yang habis berarti tidak mubazir (boros) dan tidak menyampah.


Selanjutnya, kedua kelompok masuk dalam Focus Group Discussion (FGD). Semua hasil pengamatan yang sudah ditulis, dibahas kedua kelompok. Dua pihak yang mewakili yakni dari adik-adik Pramuka, terlihat sangat naratif dan antusias. Menyala adik-adik Pramuka.

balikpapan's green footprints
FGD di Umak Communal Space

Kami juga mendiskusikan peran Kota Balikpapan dalam mendukung implementasi NDC (Nationally Determined Contributions), yakni komitmen tiap negara anggota PBB yang menandatangani Perjanjian Paris 2015 untuk berkontribusi menurunkan emisi karbon dalam mencegah krisis iklim.

Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan telah menerbitkan Peraturan Menteri (Permen) Lingkungan Hidup dan Kehutanan No. P.33/Menlhk /Setjen/ Kum.1/3/2016 tentang Pedoman Penyusunan Aksi Adaptasi Perubahan Iklim. Permen KLHK) dan No. P.7/Menlhk /Setjen/Kum.1/2/2018 tentang Pedoman Kerentanan Iklim, Risiko dan Penilaian Dampak. Keduanya sebagai acuan dasar menyusun intervensi aksi adaptasi perubahan iklim. Perencanaan pembangunan berbasis perubahan iklim juga menjadi salah satu Prioritas Nasional No.6 dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) periode 2020-2024. (selanjutnya bisa dilihat di: dlh.balikpapan.go.id)

Juga, tentang aksi nyata Balikpapan mendukung SDGs (Sustainable Development Goals) yakni rencana yang telah dicanangkan secara global oleh negara-negara sebagai gerakan bersama untuk melindungi bumi dan menyejahterakan masyarakat agar mendapat penghidupan layak tahun 2030.

Penyajian hasil pengamatan oleh para peserta berhasil menggugah pemikiran dan rasa. Sebagai penutup kegiatan, dibuka tawaran untuk melakukan aksi bersama-sama kembali di lain waktu, mungkin dengan topik berbeda. Agar spirit yang sudah terbangun tetap menyala.

Balikpapan's Green Footprint


Dengan menggugah kesadaran kolektif, "Balikpapan’s Green Footprints and Climate Café on NDC" diharapkan mampu memupuk etos konservasi di tengah hiruk-pikuk urbanisasi, menjadikan Balikpapan sebagai model kota yang harmonis dengan alamnya. Di mana setiap jejak yang dilalui bukan hanya menjadi saksi atas kepedulian, tetapi juga menjadi katalis perubahan menuju kota yang lebih ekologis.

🔴

2 Komentar

Terimakasih telah membaca, silakan berkomentar yang baik. Mohon tidak menaruh link hidup, situs yang mengandung SARA, judi online, web scam dan phising, karena akan dihapus.

Lebih baru Lebih lama